Jumat, 11 November 2016

Macan Perak 161 Sukses Kocok Perut Penonton

Macan Perak 161 Sukses Kocok Perut Penonton
Dok Panitia
Macan Perak 161 
Laporan Reporter Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kompetisi dance yang diadakan dalam TJPAF 2015 kali ini tidak hanya diikuti para dancer wanita yang berkompetisi untuk menghibur penonton.
Tim dancer laki-laki juga ikut menghibur penonton dengan menampilkan penampilan yang tak kalah menarik dan memukau.
Seperti yang ditampilkan tim dance bernama 'Macan Perak 161' asal SMA Kolese De Britto yang berhasil membuat para pengunjung TJPAF 2015 bergemuruh dan tertawa dengan aksi dancenya.
Beranggotakan 10 orang laki-laki dengan bentuk badan yang tidak seragam dan kostum putih, mereka berhasil menghibur penonton dengan berlenggak-lenggok mengikuti irama lagu-lagu indonesia seperti 'diobok-obok' milik penyanyi Joshua Suherman yang sudah diaransemen ulang.
Aksi mereka berhasil menggemuruhkan Gor Amongraga yang dipenuhi suporter yang menunggu timnya bermain.
Macan Perak 161 merupakan satu-satunya tim dance laki-laki yang mengikuti kontes dance TJPAF 2015.
Salah seorang personel Macan Perak 161 Diky Kurniawan mengatakan grup dance asal SMA Kolese De Britto tersebut sudah ada turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi.
"Kami di sini tidak mencari menang kalahnya, yang penting ingin menghibur suporter dan semua penonton di sini, kita ngincerhati penonton bukan gelar juara," ujar siswa yang kini duduk di kelas 11 ini.
Seorang personelnya yang lain, Antonius Abhirama menambahkan grup dance mereka memang mengusung konsep fun.
Dengan diiringi lagu-lagu yang diremix sendiri membuat mereka lebih bisa mengarahkan konsep dance mereka.
"Tiap penampilan kita memang ganti-ganti tema tapi konsepnya selalu sama yaitu lucu," ujarnya menambahkan.
Dengan konsep yang berbeda dengan para penampil dance yang lain pula maka para anggota Macan Perak 161 lebih dapat tampil lepas dan santai serta jauh dari kesan nervous.
Walaupun terkesan hanya dance komedi namun tim dance ini juga sempat meraih penghargaan juara dua dalam kompetisi dance yang diadakan oleh produk minuman ringan di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu.
Untuk persiapan tampil pada gelaran TJPAF 2015 kali ini sendiri mereka tetap mengadakan persiapan maksimal dengan menggelar latihan selama seminggu penuh setiap harinya.
"Anggota kita sebenarnya ada 13 dari kelas 10 dan 11 tapi karena peraturan dari panitia yang tampil cuma 10 orang ini, yang penting kita bisa tetap menghibur," pungkas Diky.
sumber : jogja.tribunnews.com

Di SMA Ini, Siwanya Boleh Gondrong dan Promosinya Jadi Viral

Di SMA Ini, Siwanya Boleh Gondrong dan Promosinya Jadi Viral
FACEBOOK/SUNARDIAN WIRODONO
Para siswa di SMA Kolese de Britto diperbolehkan berambut gondrong. 
TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA - Ajakan untuk mendaftar sebuah SMA di Yogyakarta jadi viral.
Postingan di akun FB ini unik dan tuai respon yang kemudian menyebar dengan cepat, Senin (31/10/2016).
SMA Kolese de Britto Yogyakarta membuka pendaftaran.
Sebuah akun FB dengan nama Yulius Tomy Wijaya promosikan pendaftaran SMA tersebut.
Cara unik dan saling mention ke alumnus SMA ini ditengarai jadi penyebab postingan tersebut jadi viral.
SMA Kolese de Britto Yogyakarta dikenal sebagai sekolah yang berbeda dengan sekolah yang lain.
Satu di antaranya sekolah ini memperbolehkan siswanya berambut gondrong.
Murid sekolah ini khusus untuk laki-laki.
Yulius posting promosi sekolahnya dengan cara yang menarik.
Kalimat yang ditulis berbeda dengan promosi sekolah pada umumnya yang menyatakan jika sekolah tersebut berkualitas dan keunggulan-keunggulan lainnya.
Ini justru berbeda.
"Bukan sekolah yang menjamin kamu jadi orang sukses."
Demikian satu kalimat di antaranya.
Bukan mempromosikan sekolah ini mencetak orang-orang sukses namun justru kalimat sebaliknya.
Pada postingan tersebut dipajang juga foto siswa-siswa berambut gondrong.

Sekilas seperti deretan wanita-wanita karena rambutnya yang panjang tapi lihat dengan seksama mereka adalah pria.

Postingan tersebut jadi viral dan tuai banyak respon.

Ada netizen yang bertanya apakah ada murid wanita mungkin sekilas melihat sosok-sosok berambut panjang, padahal sekolah tersebut memang hanya menerima siswa pria.

Postingan lainnya juga jadi viral.

Di postingan ini menjelaskan sekilas tentang gambaran sekolah ini.

Akun dengan nama Sunardian Wirodono posting tentang, bagaimana awal mulanya hingga para siswa diperbolehkan berpakaian bebas bahkan rambut gondrong.
Sekolah ini memang berlatarbelakang Katolik namun jangan salah di sini banyak siswa yang beragama Islam atau agama lainnya.

Jadi bagaimana? Berminat untuk masuk sekolah yang antimainstream?
sumber : jateng.tribunnews.com

De Britto Raih Juara III Olimpiade Karawitan Tingkat Nasional

Minggu, 6 November 2016
De Britto Raih Juara III Olimpiade Karawitan Tingkat Nasional

SMA Kolese De Britto kembali menorehkan prestasi gemilang di tingkat nasional. Tim karawitan SMA Kolese de Britto - Gongso Kukilo - berhasil meraih juara III dalam Olimpiade Pariwisata Tingkat Nasional ke 5 yang diselenggarakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 5 November 2016 lalu. 
 
Tak hanya itu, Jagad Mellian Tejo Ndaru, personil Gongso Kukilo yang juga siswa kelas XI Bahasa De Britto juga dinobatkan sebagai pembonang terbaik dalam kesempatan tersebut.
 
Olimpiade Pariwisata berskala nasional ini diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada Yogyakarta diikuti oleh ratusan peserta dari seluruh penjuru tanah air. Universitas ternama di Indonesia tersebut mengadakan kegiatan ini untuk mengajak para peserta, yakni siswa-siswi SMA dan SMK seluruh Indonesia untuk terlibat aktif dalam meningkatkan kepariwisataan Indonesia.

sumber : www.debritto.sch.id

De Britto Rebut Juara III Flag Football Tingkat Nasional

Selasa, 8 November 2016
De Britto Rebut Juara III Flag Football Tingkat Nasional

SMA Kolese De Britto kembali mengukir prestasi gemilang di Tingkat Nasional. Tim Flag Football JB yang dikenal dengan sebuatan De Britto Saints berhasil merebut juara III dalam Nasional High School Championship II "Battle of Reunion" yang diadakan 4-6 November 2016 lalu. 
 
Kejuaraan Nasional Flag Football tersebut diselenggarakan oleh Indonesian Flag Football Association (IFFA) di Lapangan Kentungan, Yogyakarta. IFFA adalah asosiasi resmi yang menjadi wadah pecinta flag football terbesar di Indonesia. Asosiasi ini sejak tahun 2009 telah menyelenggarakan berbagai kegiatan flag football,  sebuah variasi yang lebih aman dari American Football. 

sumber : www.debritto.sch.id

Presidium

Presidium merupakan organisasi siswa intra sekolah (OSIS) di SMA Kolese De Britto yang mempunyai model kepemimpinan kolektif. Presidium merupakan salah satu komponen sekolah yang memiliki peranan dalam menampung dan menyalurkan aspirasi seluruh siswa berkaitan dengan kegiatan kesiswaan, menyelenggarakan dan mengoordinasi kegiatan-kegiatan siswa di luar kegiatan belajar mengajar, dalam rangka mencapai visi, misi, dan profil siswa. Selain itu, presidium juga berperan untuk mewakili siswa dalam hubungan dengan organisasi siswa sekolah lain.
 
Struktur Organisasi Presidium

Struktur organisasi presidium bersifat fleksibel. Sebagaimana pengertian presidium sendiri, yaitu kepemimpinan bersama, setiap anggota presidium memiliki kewenangan dan kewajiban yang sama. Setiap anggota presidium merupakan koordinator yang bertanggung jawab atas bidang-bidang tertentu yang diputuskan sesuai kesepakatan bersama, berdasarkan kapabilitas setiap anggota. Meskipun demikian, biasanya dipilih salah satu anggota sebagai koordinator umum. Hal itu dilakukan dalam rangka memudahkan koordinasi intern presidium atau dalam hubungannya dengan organisasi lain di luar presidium.

Kegiatan Presidium

Seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan presidium dalam satu masa kepengurusan termaktub dalam program kerja presidium. Program kerja tersebut disusun berdasarkan usulan dari seluruh siswa. Bidang kegiatan yang diselenggarakan presidium meliputi bidang seni dan budaya, olah raga, kerohanian, sosial, dan intelektual.

1. Penyusunan Program Kerja
Mengawali masa kepengurusannya, presidium akan menyusun program kerja dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Presidium menyebarkan angket usulan kegiatan kepada seluruh siswa.
b. Presidium mengolah usulan kegiatan tersebut menjadi rancangan program kerja.
c. Rancangan program kerja tersebut disosialisasikan kembali kepada seluruh siswa untuk mendapatkan            masukan dan dikritisi lebih lanjut.
d. Presidium kembali mengolah rancangan program tersebut dalam rapat kerja presidium untuk menjadi   program     kerja
e. Program kerja tersebut kemudian disosialisasikan kepada seluruh siswa untuk kembali dikritisi   bersama hingga  menjadi progran kerja yang pasti.   
f. Program kerja diajukan ke direksi untuk disahkan.
 
2. Pelaksanaan Program Kerja
Setiap anggota presidium memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ada di dalam program kerja sesuai dengan kapabilitasnya. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, penanggung jawab kegiatan terlebih dahulu merumusakan konsep kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Setelah itu, mekanisme yang ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan adalah:
a.pembentukan panitia kegiatan
b.sosialisasi konsep kegiatan kepada panitia
c.penyusunan proposal kegiatan
d.persetujuan proposal kegiatan
e.pelaksanaan kegiatan
f.evaluasi kegiatan

3. Pertanggungjawaban Kegiatan
Setelah kegiatan berakhir, panitia wajib mempertanggungjawabkan kegiatan yang diselenggarakannya dengan membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan paling lambat dua minggu setelah pelaksanaan kegiatan berakhir. Laporan pertanggungjawaban ini meliputi:
a.laporan persiapan
b.laporan pelaksanaan
c.evaluasi kegiatan
d.laporan keuangan
Laporan pertanggungjawaban dibuat rangkap empat, untuk presidium, wakasek urusan kesiswaan / pamong, kepala sekolah, dan arsip.

Anggota Presidium
Jumlah anggota presidium bersifat fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat efektifitas dan efisiensi kerja. Jadi, setiap tahun tidak mesti selalu sama, bisa berubah-ubah berdasarkan kepentingan dan kebutuhan.

sumber : www.debritto.sch.id

Pendampingan Akademik

A. PELAJARAN TAMBAHAN
 
Pelajaran tambahan diberikan kepada siswa yang memperoleh nilai kurang memenuhi standar pada mata pelajaran tertentu. Pelajaran tambahan juga diberikan kepada siswa yang telah mencapai batas standar, sebagai pengayaan. Pelajaran tambahan dilaksanakan di luar  jam sekolah di bawah koordinasi wakil kepala sekolah urusan kurikulum dan persetujuan guru pengampu.
 
Untuk siswa kelas XII, pelajaran tambahan wajib diikuti oleh siswa yang memperoleh nilai batas ketuntasan minimal atau lebih dua poin di atas batas tuntas minimal, berdasar hasil belajar semester 4. Pelajaran tambahan ini dilaksanakan secara berkelanjutan setiap hari Rabu, Kamis, dan Jumat. Jadwal pelaksanaan pelajaran tambahan untuk kelas XII akan diatur tersendiri.
 
B. KARYA ILMIAH
 
Setiap siswa kelas XI diwajibkan menulis karya ilmiah secara perorangan.
 
Tujuan penulisan karya ilmiah adalah:
1. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir ilmiah: mengolah pikiran-pikiran/ide-idenya dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan yang berstruktur dan bersifat ilmiah
2. Menumbuhkan budaya membaca buku-buku pengetahuan pada diri siswa

Ketentuan yang perlu diperhatikan siswa dalam menulis karya ilmiah:
1. Penelitian yang dilakukan siswa harus berupa penelitian lapangan.
2. Siswa bebas memilih/mencari topik tertentu dari suatu mata pelajaran yang diminatinya.
3. Selama proses penulisan, siswa dibimbing oleh seorang guru.
4. Karya ilmiah dibuat dalam waktu maksimal 5 bulan dan dimulai pada tanggal 16 Juli.
5. Pada bagian akhir proses penulisan karya ilmiah, para siswa akan mengikuti tes lisan sebagai bentuk pertanggungjawaban akademis hasil karya ilmiahnya.
6. Nilai karya ilmiah kelas XI menjadi bagian penilaian tersendiri dan kepada siswa diberikan sertifikat.
 
C. FORUM OLAH PIKIR 
 
Forum Olah Pikir (FOP) merupakan wahana bagi siswa untuk menumbuhkan kebiasaan membaca, memahami, dan menginterpretasikan buku bacaan dalam bentuk resensi, yang dipresentasikan di depan forum siswa. Objek resensi bagi siswa kelas X dan kelas XII berupa buku bacaan umum, sedangkan bagi siswa kelas XI berupa karya ilmiah yang dibuat sendiri.
 
D. STUDIUM GENERALE
 
Dalam studium generale guru mempresentasikan hasil refleksinya tentang pengalaman mengajar di SMA Kolese De Britto terkait dengan bidang keilmuan yang diajarkan, di depan seluruh siswa. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat mengembangkan cara berpikir akademik secara santun dan menumbuhkan budaya akademik di komunitas SMA Kolese De Britto. Melalui kegiatan ini para siswa diberi kesempatan untuk mengenali dasar-dasar akademis yang dibutuhkan untuk berproses di SMA Kolese De Britto. Kegiatan ini diselenggarakan pada awal semester genap.
 
E. STUDI EKSKURSI
 
Studi ekskursi merupakan bagian yang utuh dan menyeluruh dari proses pendidikan di SMA Kolese De Britto. Tujuan kegiatan ini untuk memberikan pengalaman belajar dan mengembangkan diri dari sisi afeksi, apresiasi, dan empati dalam rangka proses adaptasi dengan masyarakat sebagai arah pembinaan kelas X. Kegiatan ini dapat berupa pengamatan dan interaksi sosial. Objek studi ekskursi adalah lingkungan formal dan lingkungan non formal dalam masyarakat.
 
F. LIVE-IN PROFESI
 
Pengalaman nyata adalah bagian penting dari proses pendidikan di SMA Kolese De Britto. Live-in profesi diselenggarakan dengan tujuan memberikan pengalaman nyata terkait pilihan-pilihan studi di perguruan tinggi. Dengan kegiatan ini siswa bisa melihat dan mengalami secara langsung kaitan antara jurusan pilihan di perguruan tinggi dengan profesi yang mungkin kelak akan digeluti siswa.
 
Live-in profresi wajib diikuti oleh siswa kelas XII dan berlangsung selama 3 (tiga) hari. Siswa peserta live-in profesi akan tinggal bersama keluarga yang berprofesi sesuai dan relevan dengan jurusan perguruan tinggi yang dipilih siswa. Selama live-in profesi, siswa melakukan observasi, wawancara, dan pencatatan sebagai upaya untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai profesi bersangkutan.
 
G. EDUCATION FAIR
 
Salah satu tujuan penting pendidikan di SMA Kolese De Britto adalah mendampingi siswa supaya kelak mampu melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, baik ke perguruan tinggi negeri maupun swasta, dalam maupun luar negeri. Untuk mendukung tujuan ini, sekolah menyelenggarakan Education Fair, yang menghadirkan perguruan-perguruan tinggi negeri dan swasta, dalam dan luar negeri. Melalui kegiatan ini, siswa dapat memperoleh informasi yang jelas dan akurat tentang seluk beluk jurusan-jurusan di perguruan tinggi, yang akan membantu siswa menentukan pilihan yang tepat sesuai dengan minat dan bakat mereka. Kegiatan ini ditangani oleh kepanitiaan khusus yang melibatkan guru dan siswa di bawah koordinasi tim kerja humas. Sejauh dibutuhkan, penyelenggaraan Education Fair dapat bekerja sama dengan kolese lain.
 
H. SEMINAR JURUSAN
 
Seminar jurusan diselenggarakan sekolah untuk membekali siswa kelas XI dalam berbagai bidang, termasuk ilmu alam terapan, ilmu sosial terapan, dan kebahasaan. Seminar dilaksanakan supaya siswa mampu melihat hubungan antara jurusan yang mereka geluti di sekolah dengan prospek jurusan di perguruan tinggi dan bidang pekerjaan yang relevan. Kegiatan ini juga membantu siswa untuk memantapkan konsep pemahaman terkait bidang-bidang studi di jurusan, menambah wawasan tentang penerapan bidang ilmu yang digeluti selama ini.
 
I. PENERIMAAN RAPOR
 
Rapor sebagai laporan hasil studi selama mengikuti proses belajar di sekolah untuk periode tertentu diterimakan secara pribadi dan tidak boleh diwakilkan, setelah semua persyaratan pengmabilan rapor terpenuhi. Rapor siswa akan diberikan pada pertengahan dan akhir semester.

sumber : www.debritto.sch.id


Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
 
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
 
Penyelenggaraan  pendidikan di SMA Kolese De Britto dinilai berhasil apabila kegiatan belajar mampu membentuk pola tingkah laku siswa sesuai dengan visi dan misi kolese dan dapat dievaluasi melalui pengukuran dengan menggunakan tes dan nontes. Proses pembelajaran akan efektif apabila dilakukan melalui persiapan yang cukup dan terencana dengan baik supaya dapat diterima untuk:
 
1. memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan masyarakat global.
2. mempersiapkan siswa dalam menghadapi perkembangan dunia global.
3. membekali siswa dalam melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
 
Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran di SMA Kolese De Britto dikoordinasi oleh wakasek urusan kurikulum. Wakasek urusan kurikulum diangkat oleh yayasan untuk membantu kepala sekolah dalam merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan program kurikulum integral. Bidang kegiatan yang dikoordinasi wakasek urusan kurikulum adalah implementasi paradigma pedagogi Ignasian (PPI), pengembangan kurikulum, laboratorium, perpustakaan, audio visual, dan  guru piket.

Paradigma Pedadogi Ignasian

SMA Kolese De Britto menerapkan Paradigma Pedagogi Ignasian dalam mendidik siswa untuk mengembangkan belajar mandiri sehingga siswa mampu mencari dan mencerna informasi yang diperlukan dan membiasakan diri untuk proses belajar seumur hidup.
Pedagogi Ignasian ialah cara para pengajar mendampingi siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan pembentukannya, yang dilandasi spiritualitas Santo Ignatius. Pedagogi meliputi pandangan hidup dan visi dari berbagai ideal manusia untuk dididik. Pedagogi juga memberikan kriteria pilihan sarana untuk dipakai dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pedagogi ini tidak boleh direduksi menjadi metodologi semata-mata.
    Secara sempit, paradigma ini merupakan sebuah alat yang praktis dan sebuah perangkat yang efektif untuk meningkatkan kinerja guru dan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Secara luas, paradigma ini merupakan cara bertindak yang membantu siswa berkembang menjadi manusia yang berkompeten, bertanggung jawab, dan berbelas kasih.
    Dengan demikian, Paradigma Pedagogi Ignasian sebenarnya merupakan dinamika pengajaran, yang diharapkan dapat diterapkan untuk mencapai pendidikan yang semakin berkualitas tinggi, sesuai dengan visinya. Paradigma di sini meliputi corak dan proses tertentu dalam mengajar, yang berarti pengisian pendekatan terhadap nilai belajar dan pertumbuhan dalam kurikulum yang berlaku.

Dinamika Paradigma Pedagogi Ignasian
    Dalam proses pengajaran,  dinamika paradigma ini mecakup lima langkah pokok, yaitu: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan  evaluasi.

KONTEKS
    Proses pendidikan tidak pernah bergerak dari ruang hampa. Oleh karena itu, pengalaman manusiawi harus menjadi titik tolaknya. Pemahaman konteks merupakan bentuk kongkrit perhatian dan kepedulian terhadap siswa. Perhatian dan kepedulian ini merupakan dua hal pokok sebagai awal untuk melangkah.
    “Apa  yang harus diketahui para guru agar siswa-siswanya dapat belajar dengan baik ?” Pertanyaan seperti itu kiranya tepat mengenai inti pengertian konteks dalam pedagogi ini. Tentu saja pertanyaan itu menyangkut di luar pemahaman materi ajar. Pertanyaan tersebut menyangkut pengetahuan guru mengenai karakter siswa dan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Beberapa konteks yang perlu dipertimbangkan oleh guru :
•    Konteks kehidupan siswa yang yang meliputi cara hidup keluarga, teman-teman, kelompok sebaya, keadaan sosial-ekonomi, kesenangan, atau yang lain yang berdampak menguntungkan atau merugikan siswa.
•    Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum muda, agama, media massa, dan lain-lain merupakan lingkungan hidup siswa yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam hubungannya dengan orang lain.
•    Situasi sekolah tempat proses belajar mengajar terjadi. Keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh situasi sekolah yang bersifat kondusif. Sekolah seharusnya merupakan tempat orang dipercaya, diperhatikan, dihargai, dan diperlakukan secara jujur dan adil.
•    Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar. Pengertian dan pemahaman yang mereka peroleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka merupakan konteks belajar yang harus diperhatikan.
     Pemahaman konteks itu sangat membantu para guru dalam menciptakan hubungan yang dicirikan oleh autentisitas dan kebenaran. Kalau suasana saling mempercayai dan saling menghargai terjadi, siswa akan mengalami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam proses belajar. Dalam suasana seperti itulah proses belajar akan berjalan lancar sekaligus berkualitas.

PENGALAMAN

    Pengalaman berarti “mengenyam sesuatu dalam batin”. Ini mengandaikan adanya fakta dan pengertian-pengertian. Ini juga menuntut seseorang menduga kejadian-kejadian, menganalisis, dan menilai ide-ide. Hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap apa yang dipertimbangkan, orang dapat maju sampai menghargai arti pengalaman. Pemahaman tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi mencakup keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk ke pengalaman belajar. Dalam pengalaman itu tercakup ranah kognitif dan afektif sekaligus. Kegiatan belajar yang hanya menekankan pemahaman intelektual, tanpa disertai dengan perasaan batin, tidak akan mendorong orang untuk bertindak. Oleh karena itu, istilah pengalaman dipakai untuk mencirikan setiap kegiatan yang di dalamnya tercakup pemahaman kognitif dan afektif sekaligus dari materi yang dipelajari.
    Pengalaman dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Pengalaman kognitif saja kurang dapat menimbulkan rasa belas kasih secara optimal. Lain halnya dengan pengalaman langsung karena di dalamnya orang mengalami keterlibatan secara keseluruhan, yaitu pikiran dan perasaan. Pengalaman langsung dalam proses belajar mengajar dapat terjadi melalui percobaan, diskusi, penelitian, proyek pelayanan, dan sebagainya. Sementara itu, pengalaman tidak langsung dapat terjadi melalui membaca dan mendengarkan. Agar proses belajar menjadi efektif, perlulah adanya usaha menciptakan pengalaman langsung tersebut. Usaha itu misalnya dapat ditempuh melalui role playing, pemakaian audio visual, dan sebagainya.

REFLEKSI
    Refleksi merupakan suatu kegiatan dengan menyimak kembali secara intensif terhadap pengalaman belajar, antara lain materi pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat memahami dan menangkap maknanya secara lebih mendalam.
    Dalam refleksi diusahakan siswa menangkap nilai yang dipelajari. Untuk mencapai hal itu, dapat dilakukan hal-hal berikut.
• Memahami hal yang dipelajari secara lebih baik dan mendalam, dengan pertanyaan misalnya:“Apakah yang disajikan dalam buku cukup sahih atau jujur ?”
• Mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami siswa dalam renungan ini, misalnya: “Apakah yang paling menarik dari cerpen yang saya baca ini ?”, “Mengapa saya merasa iba terhadap tokoh yang satu ini dan merasa benci terhadap tokoh yang lain ?”
• Mendalami implikasi bagi diri sendiri, bagi orang lain, atau bagi masyarakat, misalnya: ”Apa gunanya hal ini bagi diri saya, bagi keluarga, tetangga, atau masyarakat pada umumnya ?”
• Mendapatkan pengertian pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran, atau pemutarbalikan kebenaran, dan sebagainya, misalnya: “Apakah cara hidup saya sesuai dengan kepentingan yang lain ?”, “Apakah saya sanggup memikirkan kembali apa yang sebetulnya saya butuhkan untuk hidup bahagia ?”
• Memulai lebih mengerti atau memahami diri sendiri, misalnya: “Refleksi ini menimbulkan perasaan apa dalam diri saya ?” 

Siswa diberi kebebasan untuk berefleksi. Ada kemungkinan siswa yang telah berefleksi tidak menunjukkan perubahan ke arah perkembangan. Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam taraf perkembangan  untuk menjadi lebih dewasa. Akan tetapi, yang penting guru sudah menanamkan “benih” kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu pasti akan tumbuh pada saatnya.

AKSI

    Paradigma Pedagogi Ignasian tidak hanya berhenti pada refleksi, tetapi justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk mengambil keputusan atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi akan menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi-reaksi afektif.  Refleksi yang bermula dari pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru dalam wujud pengambilan sikap atau tindakan. Perwujudan pengalaman  baru inilah yang disebut  aksi.  
      Dalam istilah aksi ini terkandung pemahaman, keyakinan, dan keputusan untuk melakukan komitmen atau melakukan suatu tindakan. Dengan demikian, tindakan yang dilakukan berangkat dari keprihatinan atau kesadaran akan pentingnya mengambil tindakan, bukan bertindak sekedar luapan emosi, terhasut atau ikut-ikutan belaka.
    Ada dua macam pilihan untuk beraksi. Pertama, pilihan batin, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa Tuhan selalu berkarya dalam hidupnya. Untuk itu dalam segala kebehasilan dan kegagalannya, ia akan kembali kepada Tuhan untuk bersyukur atau memohon kepada-Nya. Kedua, pilihan lahiriah, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa hasil belajarnya tidak baik atau gagal karena cara belajarnya yang tidak pas, maka ia akan mengubah cara belajarnya untuk menghindari kegalalan lagi.

EVALUASI

    Evaluasi mencakup dua hal, yaitu menilai kemajuan akademis dan menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh. Tes, ulangan, atau ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai atau mengukur seberapa jauh pengetahuan sudah dikuasai dan keterampilan sudah diperoleh. Evaluasi secara berkala mendorong guru dan siswa untuk lebih memperhatikan pertumbuhan intelektual dan mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu segera ditangani. Akan tetapi, yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam evaluasi ini perhatian tidak hanya tercurah pada kemampuan penyerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari proses pengajaran, tetapi harus mencakup perkembangan secara menyeluruh, yaitu perhatian kepada sejauh mana siswa berkembang sebagai pribadi yang mengarah menjadi manusia bagi orang lain.
    Untuk mengetahui perkembangan pribadi, guru dapat melakukannya dengan mengadakan hubungan dialogal, angket, atau melalui pengamatan terhadap perilaku para siswa. Dalam evaluasi ini guru perlu memperhatikan umur, bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan setiap siswa.

sumber : www.debritto.sch.id