Jumat, 11 November 2016

Macan Perak 161 Sukses Kocok Perut Penonton

Macan Perak 161 Sukses Kocok Perut Penonton
Dok Panitia
Macan Perak 161 
Laporan Reporter Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kompetisi dance yang diadakan dalam TJPAF 2015 kali ini tidak hanya diikuti para dancer wanita yang berkompetisi untuk menghibur penonton.
Tim dancer laki-laki juga ikut menghibur penonton dengan menampilkan penampilan yang tak kalah menarik dan memukau.
Seperti yang ditampilkan tim dance bernama 'Macan Perak 161' asal SMA Kolese De Britto yang berhasil membuat para pengunjung TJPAF 2015 bergemuruh dan tertawa dengan aksi dancenya.
Beranggotakan 10 orang laki-laki dengan bentuk badan yang tidak seragam dan kostum putih, mereka berhasil menghibur penonton dengan berlenggak-lenggok mengikuti irama lagu-lagu indonesia seperti 'diobok-obok' milik penyanyi Joshua Suherman yang sudah diaransemen ulang.
Aksi mereka berhasil menggemuruhkan Gor Amongraga yang dipenuhi suporter yang menunggu timnya bermain.
Macan Perak 161 merupakan satu-satunya tim dance laki-laki yang mengikuti kontes dance TJPAF 2015.
Salah seorang personel Macan Perak 161 Diky Kurniawan mengatakan grup dance asal SMA Kolese De Britto tersebut sudah ada turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi.
"Kami di sini tidak mencari menang kalahnya, yang penting ingin menghibur suporter dan semua penonton di sini, kita ngincerhati penonton bukan gelar juara," ujar siswa yang kini duduk di kelas 11 ini.
Seorang personelnya yang lain, Antonius Abhirama menambahkan grup dance mereka memang mengusung konsep fun.
Dengan diiringi lagu-lagu yang diremix sendiri membuat mereka lebih bisa mengarahkan konsep dance mereka.
"Tiap penampilan kita memang ganti-ganti tema tapi konsepnya selalu sama yaitu lucu," ujarnya menambahkan.
Dengan konsep yang berbeda dengan para penampil dance yang lain pula maka para anggota Macan Perak 161 lebih dapat tampil lepas dan santai serta jauh dari kesan nervous.
Walaupun terkesan hanya dance komedi namun tim dance ini juga sempat meraih penghargaan juara dua dalam kompetisi dance yang diadakan oleh produk minuman ringan di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu.
Untuk persiapan tampil pada gelaran TJPAF 2015 kali ini sendiri mereka tetap mengadakan persiapan maksimal dengan menggelar latihan selama seminggu penuh setiap harinya.
"Anggota kita sebenarnya ada 13 dari kelas 10 dan 11 tapi karena peraturan dari panitia yang tampil cuma 10 orang ini, yang penting kita bisa tetap menghibur," pungkas Diky.
sumber : jogja.tribunnews.com

Di SMA Ini, Siwanya Boleh Gondrong dan Promosinya Jadi Viral

Di SMA Ini, Siwanya Boleh Gondrong dan Promosinya Jadi Viral
FACEBOOK/SUNARDIAN WIRODONO
Para siswa di SMA Kolese de Britto diperbolehkan berambut gondrong. 
TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA - Ajakan untuk mendaftar sebuah SMA di Yogyakarta jadi viral.
Postingan di akun FB ini unik dan tuai respon yang kemudian menyebar dengan cepat, Senin (31/10/2016).
SMA Kolese de Britto Yogyakarta membuka pendaftaran.
Sebuah akun FB dengan nama Yulius Tomy Wijaya promosikan pendaftaran SMA tersebut.
Cara unik dan saling mention ke alumnus SMA ini ditengarai jadi penyebab postingan tersebut jadi viral.
SMA Kolese de Britto Yogyakarta dikenal sebagai sekolah yang berbeda dengan sekolah yang lain.
Satu di antaranya sekolah ini memperbolehkan siswanya berambut gondrong.
Murid sekolah ini khusus untuk laki-laki.
Yulius posting promosi sekolahnya dengan cara yang menarik.
Kalimat yang ditulis berbeda dengan promosi sekolah pada umumnya yang menyatakan jika sekolah tersebut berkualitas dan keunggulan-keunggulan lainnya.
Ini justru berbeda.
"Bukan sekolah yang menjamin kamu jadi orang sukses."
Demikian satu kalimat di antaranya.
Bukan mempromosikan sekolah ini mencetak orang-orang sukses namun justru kalimat sebaliknya.
Pada postingan tersebut dipajang juga foto siswa-siswa berambut gondrong.

Sekilas seperti deretan wanita-wanita karena rambutnya yang panjang tapi lihat dengan seksama mereka adalah pria.

Postingan tersebut jadi viral dan tuai banyak respon.

Ada netizen yang bertanya apakah ada murid wanita mungkin sekilas melihat sosok-sosok berambut panjang, padahal sekolah tersebut memang hanya menerima siswa pria.

Postingan lainnya juga jadi viral.

Di postingan ini menjelaskan sekilas tentang gambaran sekolah ini.

Akun dengan nama Sunardian Wirodono posting tentang, bagaimana awal mulanya hingga para siswa diperbolehkan berpakaian bebas bahkan rambut gondrong.
Sekolah ini memang berlatarbelakang Katolik namun jangan salah di sini banyak siswa yang beragama Islam atau agama lainnya.

Jadi bagaimana? Berminat untuk masuk sekolah yang antimainstream?
sumber : jateng.tribunnews.com

De Britto Raih Juara III Olimpiade Karawitan Tingkat Nasional

Minggu, 6 November 2016
De Britto Raih Juara III Olimpiade Karawitan Tingkat Nasional

SMA Kolese De Britto kembali menorehkan prestasi gemilang di tingkat nasional. Tim karawitan SMA Kolese de Britto - Gongso Kukilo - berhasil meraih juara III dalam Olimpiade Pariwisata Tingkat Nasional ke 5 yang diselenggarakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 5 November 2016 lalu. 
 
Tak hanya itu, Jagad Mellian Tejo Ndaru, personil Gongso Kukilo yang juga siswa kelas XI Bahasa De Britto juga dinobatkan sebagai pembonang terbaik dalam kesempatan tersebut.
 
Olimpiade Pariwisata berskala nasional ini diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada Yogyakarta diikuti oleh ratusan peserta dari seluruh penjuru tanah air. Universitas ternama di Indonesia tersebut mengadakan kegiatan ini untuk mengajak para peserta, yakni siswa-siswi SMA dan SMK seluruh Indonesia untuk terlibat aktif dalam meningkatkan kepariwisataan Indonesia.

sumber : www.debritto.sch.id

De Britto Rebut Juara III Flag Football Tingkat Nasional

Selasa, 8 November 2016
De Britto Rebut Juara III Flag Football Tingkat Nasional

SMA Kolese De Britto kembali mengukir prestasi gemilang di Tingkat Nasional. Tim Flag Football JB yang dikenal dengan sebuatan De Britto Saints berhasil merebut juara III dalam Nasional High School Championship II "Battle of Reunion" yang diadakan 4-6 November 2016 lalu. 
 
Kejuaraan Nasional Flag Football tersebut diselenggarakan oleh Indonesian Flag Football Association (IFFA) di Lapangan Kentungan, Yogyakarta. IFFA adalah asosiasi resmi yang menjadi wadah pecinta flag football terbesar di Indonesia. Asosiasi ini sejak tahun 2009 telah menyelenggarakan berbagai kegiatan flag football,  sebuah variasi yang lebih aman dari American Football. 

sumber : www.debritto.sch.id

Presidium

Presidium merupakan organisasi siswa intra sekolah (OSIS) di SMA Kolese De Britto yang mempunyai model kepemimpinan kolektif. Presidium merupakan salah satu komponen sekolah yang memiliki peranan dalam menampung dan menyalurkan aspirasi seluruh siswa berkaitan dengan kegiatan kesiswaan, menyelenggarakan dan mengoordinasi kegiatan-kegiatan siswa di luar kegiatan belajar mengajar, dalam rangka mencapai visi, misi, dan profil siswa. Selain itu, presidium juga berperan untuk mewakili siswa dalam hubungan dengan organisasi siswa sekolah lain.
 
Struktur Organisasi Presidium

Struktur organisasi presidium bersifat fleksibel. Sebagaimana pengertian presidium sendiri, yaitu kepemimpinan bersama, setiap anggota presidium memiliki kewenangan dan kewajiban yang sama. Setiap anggota presidium merupakan koordinator yang bertanggung jawab atas bidang-bidang tertentu yang diputuskan sesuai kesepakatan bersama, berdasarkan kapabilitas setiap anggota. Meskipun demikian, biasanya dipilih salah satu anggota sebagai koordinator umum. Hal itu dilakukan dalam rangka memudahkan koordinasi intern presidium atau dalam hubungannya dengan organisasi lain di luar presidium.

Kegiatan Presidium

Seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan presidium dalam satu masa kepengurusan termaktub dalam program kerja presidium. Program kerja tersebut disusun berdasarkan usulan dari seluruh siswa. Bidang kegiatan yang diselenggarakan presidium meliputi bidang seni dan budaya, olah raga, kerohanian, sosial, dan intelektual.

1. Penyusunan Program Kerja
Mengawali masa kepengurusannya, presidium akan menyusun program kerja dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Presidium menyebarkan angket usulan kegiatan kepada seluruh siswa.
b. Presidium mengolah usulan kegiatan tersebut menjadi rancangan program kerja.
c. Rancangan program kerja tersebut disosialisasikan kembali kepada seluruh siswa untuk mendapatkan            masukan dan dikritisi lebih lanjut.
d. Presidium kembali mengolah rancangan program tersebut dalam rapat kerja presidium untuk menjadi   program     kerja
e. Program kerja tersebut kemudian disosialisasikan kepada seluruh siswa untuk kembali dikritisi   bersama hingga  menjadi progran kerja yang pasti.   
f. Program kerja diajukan ke direksi untuk disahkan.
 
2. Pelaksanaan Program Kerja
Setiap anggota presidium memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ada di dalam program kerja sesuai dengan kapabilitasnya. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, penanggung jawab kegiatan terlebih dahulu merumusakan konsep kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Setelah itu, mekanisme yang ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan adalah:
a.pembentukan panitia kegiatan
b.sosialisasi konsep kegiatan kepada panitia
c.penyusunan proposal kegiatan
d.persetujuan proposal kegiatan
e.pelaksanaan kegiatan
f.evaluasi kegiatan

3. Pertanggungjawaban Kegiatan
Setelah kegiatan berakhir, panitia wajib mempertanggungjawabkan kegiatan yang diselenggarakannya dengan membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan paling lambat dua minggu setelah pelaksanaan kegiatan berakhir. Laporan pertanggungjawaban ini meliputi:
a.laporan persiapan
b.laporan pelaksanaan
c.evaluasi kegiatan
d.laporan keuangan
Laporan pertanggungjawaban dibuat rangkap empat, untuk presidium, wakasek urusan kesiswaan / pamong, kepala sekolah, dan arsip.

Anggota Presidium
Jumlah anggota presidium bersifat fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat efektifitas dan efisiensi kerja. Jadi, setiap tahun tidak mesti selalu sama, bisa berubah-ubah berdasarkan kepentingan dan kebutuhan.

sumber : www.debritto.sch.id

Pendampingan Akademik

A. PELAJARAN TAMBAHAN
 
Pelajaran tambahan diberikan kepada siswa yang memperoleh nilai kurang memenuhi standar pada mata pelajaran tertentu. Pelajaran tambahan juga diberikan kepada siswa yang telah mencapai batas standar, sebagai pengayaan. Pelajaran tambahan dilaksanakan di luar  jam sekolah di bawah koordinasi wakil kepala sekolah urusan kurikulum dan persetujuan guru pengampu.
 
Untuk siswa kelas XII, pelajaran tambahan wajib diikuti oleh siswa yang memperoleh nilai batas ketuntasan minimal atau lebih dua poin di atas batas tuntas minimal, berdasar hasil belajar semester 4. Pelajaran tambahan ini dilaksanakan secara berkelanjutan setiap hari Rabu, Kamis, dan Jumat. Jadwal pelaksanaan pelajaran tambahan untuk kelas XII akan diatur tersendiri.
 
B. KARYA ILMIAH
 
Setiap siswa kelas XI diwajibkan menulis karya ilmiah secara perorangan.
 
Tujuan penulisan karya ilmiah adalah:
1. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir ilmiah: mengolah pikiran-pikiran/ide-idenya dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan yang berstruktur dan bersifat ilmiah
2. Menumbuhkan budaya membaca buku-buku pengetahuan pada diri siswa

Ketentuan yang perlu diperhatikan siswa dalam menulis karya ilmiah:
1. Penelitian yang dilakukan siswa harus berupa penelitian lapangan.
2. Siswa bebas memilih/mencari topik tertentu dari suatu mata pelajaran yang diminatinya.
3. Selama proses penulisan, siswa dibimbing oleh seorang guru.
4. Karya ilmiah dibuat dalam waktu maksimal 5 bulan dan dimulai pada tanggal 16 Juli.
5. Pada bagian akhir proses penulisan karya ilmiah, para siswa akan mengikuti tes lisan sebagai bentuk pertanggungjawaban akademis hasil karya ilmiahnya.
6. Nilai karya ilmiah kelas XI menjadi bagian penilaian tersendiri dan kepada siswa diberikan sertifikat.
 
C. FORUM OLAH PIKIR 
 
Forum Olah Pikir (FOP) merupakan wahana bagi siswa untuk menumbuhkan kebiasaan membaca, memahami, dan menginterpretasikan buku bacaan dalam bentuk resensi, yang dipresentasikan di depan forum siswa. Objek resensi bagi siswa kelas X dan kelas XII berupa buku bacaan umum, sedangkan bagi siswa kelas XI berupa karya ilmiah yang dibuat sendiri.
 
D. STUDIUM GENERALE
 
Dalam studium generale guru mempresentasikan hasil refleksinya tentang pengalaman mengajar di SMA Kolese De Britto terkait dengan bidang keilmuan yang diajarkan, di depan seluruh siswa. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat mengembangkan cara berpikir akademik secara santun dan menumbuhkan budaya akademik di komunitas SMA Kolese De Britto. Melalui kegiatan ini para siswa diberi kesempatan untuk mengenali dasar-dasar akademis yang dibutuhkan untuk berproses di SMA Kolese De Britto. Kegiatan ini diselenggarakan pada awal semester genap.
 
E. STUDI EKSKURSI
 
Studi ekskursi merupakan bagian yang utuh dan menyeluruh dari proses pendidikan di SMA Kolese De Britto. Tujuan kegiatan ini untuk memberikan pengalaman belajar dan mengembangkan diri dari sisi afeksi, apresiasi, dan empati dalam rangka proses adaptasi dengan masyarakat sebagai arah pembinaan kelas X. Kegiatan ini dapat berupa pengamatan dan interaksi sosial. Objek studi ekskursi adalah lingkungan formal dan lingkungan non formal dalam masyarakat.
 
F. LIVE-IN PROFESI
 
Pengalaman nyata adalah bagian penting dari proses pendidikan di SMA Kolese De Britto. Live-in profesi diselenggarakan dengan tujuan memberikan pengalaman nyata terkait pilihan-pilihan studi di perguruan tinggi. Dengan kegiatan ini siswa bisa melihat dan mengalami secara langsung kaitan antara jurusan pilihan di perguruan tinggi dengan profesi yang mungkin kelak akan digeluti siswa.
 
Live-in profresi wajib diikuti oleh siswa kelas XII dan berlangsung selama 3 (tiga) hari. Siswa peserta live-in profesi akan tinggal bersama keluarga yang berprofesi sesuai dan relevan dengan jurusan perguruan tinggi yang dipilih siswa. Selama live-in profesi, siswa melakukan observasi, wawancara, dan pencatatan sebagai upaya untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai profesi bersangkutan.
 
G. EDUCATION FAIR
 
Salah satu tujuan penting pendidikan di SMA Kolese De Britto adalah mendampingi siswa supaya kelak mampu melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, baik ke perguruan tinggi negeri maupun swasta, dalam maupun luar negeri. Untuk mendukung tujuan ini, sekolah menyelenggarakan Education Fair, yang menghadirkan perguruan-perguruan tinggi negeri dan swasta, dalam dan luar negeri. Melalui kegiatan ini, siswa dapat memperoleh informasi yang jelas dan akurat tentang seluk beluk jurusan-jurusan di perguruan tinggi, yang akan membantu siswa menentukan pilihan yang tepat sesuai dengan minat dan bakat mereka. Kegiatan ini ditangani oleh kepanitiaan khusus yang melibatkan guru dan siswa di bawah koordinasi tim kerja humas. Sejauh dibutuhkan, penyelenggaraan Education Fair dapat bekerja sama dengan kolese lain.
 
H. SEMINAR JURUSAN
 
Seminar jurusan diselenggarakan sekolah untuk membekali siswa kelas XI dalam berbagai bidang, termasuk ilmu alam terapan, ilmu sosial terapan, dan kebahasaan. Seminar dilaksanakan supaya siswa mampu melihat hubungan antara jurusan yang mereka geluti di sekolah dengan prospek jurusan di perguruan tinggi dan bidang pekerjaan yang relevan. Kegiatan ini juga membantu siswa untuk memantapkan konsep pemahaman terkait bidang-bidang studi di jurusan, menambah wawasan tentang penerapan bidang ilmu yang digeluti selama ini.
 
I. PENERIMAAN RAPOR
 
Rapor sebagai laporan hasil studi selama mengikuti proses belajar di sekolah untuk periode tertentu diterimakan secara pribadi dan tidak boleh diwakilkan, setelah semua persyaratan pengmabilan rapor terpenuhi. Rapor siswa akan diberikan pada pertengahan dan akhir semester.

sumber : www.debritto.sch.id


Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
 
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
 
Penyelenggaraan  pendidikan di SMA Kolese De Britto dinilai berhasil apabila kegiatan belajar mampu membentuk pola tingkah laku siswa sesuai dengan visi dan misi kolese dan dapat dievaluasi melalui pengukuran dengan menggunakan tes dan nontes. Proses pembelajaran akan efektif apabila dilakukan melalui persiapan yang cukup dan terencana dengan baik supaya dapat diterima untuk:
 
1. memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan masyarakat global.
2. mempersiapkan siswa dalam menghadapi perkembangan dunia global.
3. membekali siswa dalam melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
 
Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran di SMA Kolese De Britto dikoordinasi oleh wakasek urusan kurikulum. Wakasek urusan kurikulum diangkat oleh yayasan untuk membantu kepala sekolah dalam merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan program kurikulum integral. Bidang kegiatan yang dikoordinasi wakasek urusan kurikulum adalah implementasi paradigma pedagogi Ignasian (PPI), pengembangan kurikulum, laboratorium, perpustakaan, audio visual, dan  guru piket.

Paradigma Pedadogi Ignasian

SMA Kolese De Britto menerapkan Paradigma Pedagogi Ignasian dalam mendidik siswa untuk mengembangkan belajar mandiri sehingga siswa mampu mencari dan mencerna informasi yang diperlukan dan membiasakan diri untuk proses belajar seumur hidup.
Pedagogi Ignasian ialah cara para pengajar mendampingi siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan pembentukannya, yang dilandasi spiritualitas Santo Ignatius. Pedagogi meliputi pandangan hidup dan visi dari berbagai ideal manusia untuk dididik. Pedagogi juga memberikan kriteria pilihan sarana untuk dipakai dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pedagogi ini tidak boleh direduksi menjadi metodologi semata-mata.
    Secara sempit, paradigma ini merupakan sebuah alat yang praktis dan sebuah perangkat yang efektif untuk meningkatkan kinerja guru dan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Secara luas, paradigma ini merupakan cara bertindak yang membantu siswa berkembang menjadi manusia yang berkompeten, bertanggung jawab, dan berbelas kasih.
    Dengan demikian, Paradigma Pedagogi Ignasian sebenarnya merupakan dinamika pengajaran, yang diharapkan dapat diterapkan untuk mencapai pendidikan yang semakin berkualitas tinggi, sesuai dengan visinya. Paradigma di sini meliputi corak dan proses tertentu dalam mengajar, yang berarti pengisian pendekatan terhadap nilai belajar dan pertumbuhan dalam kurikulum yang berlaku.

Dinamika Paradigma Pedagogi Ignasian
    Dalam proses pengajaran,  dinamika paradigma ini mecakup lima langkah pokok, yaitu: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan  evaluasi.

KONTEKS
    Proses pendidikan tidak pernah bergerak dari ruang hampa. Oleh karena itu, pengalaman manusiawi harus menjadi titik tolaknya. Pemahaman konteks merupakan bentuk kongkrit perhatian dan kepedulian terhadap siswa. Perhatian dan kepedulian ini merupakan dua hal pokok sebagai awal untuk melangkah.
    “Apa  yang harus diketahui para guru agar siswa-siswanya dapat belajar dengan baik ?” Pertanyaan seperti itu kiranya tepat mengenai inti pengertian konteks dalam pedagogi ini. Tentu saja pertanyaan itu menyangkut di luar pemahaman materi ajar. Pertanyaan tersebut menyangkut pengetahuan guru mengenai karakter siswa dan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Beberapa konteks yang perlu dipertimbangkan oleh guru :
•    Konteks kehidupan siswa yang yang meliputi cara hidup keluarga, teman-teman, kelompok sebaya, keadaan sosial-ekonomi, kesenangan, atau yang lain yang berdampak menguntungkan atau merugikan siswa.
•    Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum muda, agama, media massa, dan lain-lain merupakan lingkungan hidup siswa yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam hubungannya dengan orang lain.
•    Situasi sekolah tempat proses belajar mengajar terjadi. Keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh situasi sekolah yang bersifat kondusif. Sekolah seharusnya merupakan tempat orang dipercaya, diperhatikan, dihargai, dan diperlakukan secara jujur dan adil.
•    Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar. Pengertian dan pemahaman yang mereka peroleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka merupakan konteks belajar yang harus diperhatikan.
     Pemahaman konteks itu sangat membantu para guru dalam menciptakan hubungan yang dicirikan oleh autentisitas dan kebenaran. Kalau suasana saling mempercayai dan saling menghargai terjadi, siswa akan mengalami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam proses belajar. Dalam suasana seperti itulah proses belajar akan berjalan lancar sekaligus berkualitas.

PENGALAMAN

    Pengalaman berarti “mengenyam sesuatu dalam batin”. Ini mengandaikan adanya fakta dan pengertian-pengertian. Ini juga menuntut seseorang menduga kejadian-kejadian, menganalisis, dan menilai ide-ide. Hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap apa yang dipertimbangkan, orang dapat maju sampai menghargai arti pengalaman. Pemahaman tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi mencakup keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk ke pengalaman belajar. Dalam pengalaman itu tercakup ranah kognitif dan afektif sekaligus. Kegiatan belajar yang hanya menekankan pemahaman intelektual, tanpa disertai dengan perasaan batin, tidak akan mendorong orang untuk bertindak. Oleh karena itu, istilah pengalaman dipakai untuk mencirikan setiap kegiatan yang di dalamnya tercakup pemahaman kognitif dan afektif sekaligus dari materi yang dipelajari.
    Pengalaman dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Pengalaman kognitif saja kurang dapat menimbulkan rasa belas kasih secara optimal. Lain halnya dengan pengalaman langsung karena di dalamnya orang mengalami keterlibatan secara keseluruhan, yaitu pikiran dan perasaan. Pengalaman langsung dalam proses belajar mengajar dapat terjadi melalui percobaan, diskusi, penelitian, proyek pelayanan, dan sebagainya. Sementara itu, pengalaman tidak langsung dapat terjadi melalui membaca dan mendengarkan. Agar proses belajar menjadi efektif, perlulah adanya usaha menciptakan pengalaman langsung tersebut. Usaha itu misalnya dapat ditempuh melalui role playing, pemakaian audio visual, dan sebagainya.

REFLEKSI
    Refleksi merupakan suatu kegiatan dengan menyimak kembali secara intensif terhadap pengalaman belajar, antara lain materi pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat memahami dan menangkap maknanya secara lebih mendalam.
    Dalam refleksi diusahakan siswa menangkap nilai yang dipelajari. Untuk mencapai hal itu, dapat dilakukan hal-hal berikut.
• Memahami hal yang dipelajari secara lebih baik dan mendalam, dengan pertanyaan misalnya:“Apakah yang disajikan dalam buku cukup sahih atau jujur ?”
• Mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami siswa dalam renungan ini, misalnya: “Apakah yang paling menarik dari cerpen yang saya baca ini ?”, “Mengapa saya merasa iba terhadap tokoh yang satu ini dan merasa benci terhadap tokoh yang lain ?”
• Mendalami implikasi bagi diri sendiri, bagi orang lain, atau bagi masyarakat, misalnya: ”Apa gunanya hal ini bagi diri saya, bagi keluarga, tetangga, atau masyarakat pada umumnya ?”
• Mendapatkan pengertian pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran, atau pemutarbalikan kebenaran, dan sebagainya, misalnya: “Apakah cara hidup saya sesuai dengan kepentingan yang lain ?”, “Apakah saya sanggup memikirkan kembali apa yang sebetulnya saya butuhkan untuk hidup bahagia ?”
• Memulai lebih mengerti atau memahami diri sendiri, misalnya: “Refleksi ini menimbulkan perasaan apa dalam diri saya ?” 

Siswa diberi kebebasan untuk berefleksi. Ada kemungkinan siswa yang telah berefleksi tidak menunjukkan perubahan ke arah perkembangan. Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam taraf perkembangan  untuk menjadi lebih dewasa. Akan tetapi, yang penting guru sudah menanamkan “benih” kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu pasti akan tumbuh pada saatnya.

AKSI

    Paradigma Pedagogi Ignasian tidak hanya berhenti pada refleksi, tetapi justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk mengambil keputusan atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi akan menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi-reaksi afektif.  Refleksi yang bermula dari pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru dalam wujud pengambilan sikap atau tindakan. Perwujudan pengalaman  baru inilah yang disebut  aksi.  
      Dalam istilah aksi ini terkandung pemahaman, keyakinan, dan keputusan untuk melakukan komitmen atau melakukan suatu tindakan. Dengan demikian, tindakan yang dilakukan berangkat dari keprihatinan atau kesadaran akan pentingnya mengambil tindakan, bukan bertindak sekedar luapan emosi, terhasut atau ikut-ikutan belaka.
    Ada dua macam pilihan untuk beraksi. Pertama, pilihan batin, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa Tuhan selalu berkarya dalam hidupnya. Untuk itu dalam segala kebehasilan dan kegagalannya, ia akan kembali kepada Tuhan untuk bersyukur atau memohon kepada-Nya. Kedua, pilihan lahiriah, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa hasil belajarnya tidak baik atau gagal karena cara belajarnya yang tidak pas, maka ia akan mengubah cara belajarnya untuk menghindari kegalalan lagi.

EVALUASI

    Evaluasi mencakup dua hal, yaitu menilai kemajuan akademis dan menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh. Tes, ulangan, atau ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai atau mengukur seberapa jauh pengetahuan sudah dikuasai dan keterampilan sudah diperoleh. Evaluasi secara berkala mendorong guru dan siswa untuk lebih memperhatikan pertumbuhan intelektual dan mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu segera ditangani. Akan tetapi, yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam evaluasi ini perhatian tidak hanya tercurah pada kemampuan penyerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari proses pengajaran, tetapi harus mencakup perkembangan secara menyeluruh, yaitu perhatian kepada sejauh mana siswa berkembang sebagai pribadi yang mengarah menjadi manusia bagi orang lain.
    Untuk mengetahui perkembangan pribadi, guru dapat melakukannya dengan mengadakan hubungan dialogal, angket, atau melalui pengamatan terhadap perilaku para siswa. Dalam evaluasi ini guru perlu memperhatikan umur, bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan setiap siswa.

sumber : www.debritto.sch.id

Pengembangan Diri

Kegiatan Pengembangan Diri 

A. PERTEMUAN ORANG TUA
 
Tim kerja kehumasan mengoordinasikan secara langsung kegiatan pertemuan antara sekolah dengan orang tua siswa. Pertemuan dengan orang tua siswa dimaksudkan untuk menyamakan visi pendampingan siswa antara sekolah dan orang tua, dan mengajak orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama, untuk terlibat secara aktif dan penuh dalam mendampingi dan mendidik siswa. Pertemuan dengan orang tua dilakukan 5 kali untuk satu angkatan: penyerahan siswa baru dari orang tua kepada sekolah di awal tahun ajaran baru, pertemuan orang tua siswa kelas X, kelas XI, kelas XII, dan penyerahan kembali atau pelepasan siswa kelas XII kepada orang tua.
 
B. BIMBINGAN KONSELING
 
Bimbingan dan konseling membantu siswa untuk mengalami perkembangan diri secara utuh sehingga siswa mampu memahami dirinya sendiri dan mampu menentukan masa depannya yang bermakna untuk masyarakat. Tujuan bimbingan dan konseling adalah supaya siswa dapat mengatasi sendiri masalah yang sedang dihadapi. Bantuan tersebut bersifat psikologis.
 
Bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh tim bimbingan konseling adalah sebagai berikut:
 
1. bimbingan, secara pribadi atau kelompok
2. tes pemilihan jurusan bagi siswa kelas X (jurusan IPA, IPS, atau Bahasa)
3. tes pemilihan jurusan di perguruan tinggi bagi siswa kelas XII
4. pengolahan data pribadi siswa
5. pengembangan kepribadian dengan pelatihan individu atau klasikal
6. pelatihan pengembangan diri dengan bekerja sama dengan para orang tua, alumni, dan lembaga pendidikan maupun lembaga sosial di luar sekolah.
 
Tata Cara Konseling Bagi Siswa
 
Berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan jika siswa akan berkonsultasi dengan pendamping bimbingan dan konseling.
 
1. Siswa wajib mengadakan perjanjian bertemu paling lambat satu hari sebelumnya, kecuali untuk hal-hal yang penting dan mendesak.
2. Apabila pada waktu berkonsultasi harus meninggalkan jam pelajaran tertentu, siswa wajib meminta izin kepada guru yang sedang mengajar pada jam tersebut. Konsultasi dapat dilakukan jika siswa sudah mendapat izin dari guru tersebut.
 
Perkembangan studi dan kepribadian siswa merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah dengan orang tua/wali. Agar proses pendampingan siswa dapat berjalan optimal, orang tua/wali dimohon memperhatikan beberapa hal berikut ini:
 
1. Urusan/masalah yang terkait dengan pendampingan dan perkembangan siswa dibicarakan dan diselesaikan di sekolah, kecuali untuk urusan/masalah penting dan mendesak.
2. Sekolah senantiasa memberikan kesempatan kepada orang tua/wali untuk bertemu dan membicarakan perkembangan studi maupun kepribadian siswa dengan guru bimbingan konseling di sekolah dalam waktu yang telah disepakati bersama.
3. Hal-hal yang menyangkut perkembangan studi dan kepribadian siswa yang perlu diketahui oleh pihak sekolah seyogyanya diinformasikan oleh orang tua/wali kepada sekolah melalui wali kelas/guru bimbingan konseling.
 
C. EKSTRAKURIKULER
 
Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan sebagai sarana pengembangan aspek jasman, afektif-emosional, dan intelektual siswa secara optimal. Melalui kegiatan ekstrakurikuler siswa diarahkan agar memiliki rasa kebersamaan, sosialitas yang tinggi, daya juang, kejujuran, dan fisik yang sehat.
 
Kegiatan ekstrakurikuler dikoordinasi wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan dalam pelaksanaannya sehari-hari ditangani oleh koordinator ekstrakurikuler. Siswa kelas X dan XI wajib mengikuti satu (1) kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dipilih secara bebas dengan pertimbangan waktu, bakat, dan minatnya. Dalam situasi yang sangat khusus, siswa kelas X dan XI diperkenankan mengikuti dua kegiatan ekstrakurikuler setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan orang tua/wali siswa yang bersangkutan. Siswa kelas XII dibebaskan dari kewajiban untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Siswa kelas XII yang masih berminat mengikuti ekstrakurikuler sampai dengan semester gasal harus meminta izin koordinator ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler berlangsung selama 90 menit, dari hari Senin s.d. Jumat.
 
Perizinan Ekstrakurikuler
 
1. Siswa yang tidak masuk ekstrakurikuler karena sakit harus memberikan surat keterangan sakit dari orang tua/wali dilampiri dengan surat keterangan dokter (jika pergi ke dokter). Surat keterangan sakit harus diberikan kepada koordinator ekstrakurikuler maksimal tiga (3) hari dihitung setelah tanggal masuk sekolah atau tanggal tidak masuk ekstrakurikuler. Jika surat diberikan setelah lebih dari tiga (3) hari, siswa akan dinyatakan alpa.
2. Surat keterangan sakit diberikan kepada koordinator ekstrakurikuler untuk dicatat di buku presensi.
3. Surat keterangan tidak masuk ekstrakurikuler karena sakit dapat disertakan dalam surat keterangan tidak masuk kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas.
4. Ketidakhadiran ekstrakurikuler karena sakit dibedakan dengan izin tidak masuk karena kepentingan lain.
5. Untuk permintaan izin tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena kepentingan yang bisa direncanakan, siswa harus meminta izin terlebih dahulu secara langsung (tatap muka) kepada koordinator dengan membawa surat keterangan dari orang tua/wali selambat-lambatnya satu hari sebelumnya.
6. Untuk permintaan izin tidak mengikuti ekstrakurikuler karena kepentingan mendadak dan tidak dapat diprediksi (misalnya, anggota keluarga /saudara meninggal dunia, kecelakaan, dll) siswa dapat menghubungi koordinator ekstrakurikuler secara lisan (bertemu langsung atau melalui telepon).
7. Siswa yang sudah diberi izin akan mendapatkan kartu izin tidak mengikuti ekstrakurikuler dari koordinator untuk diberikan kepada pembimbing ekstrakurikuler.
  
D. PERWALIAN
 
Wali kelas adalah guru yang bertugas untuk mendampingi proses perkembangan pendidikan dalam kelas perwaliannya, termasuk urusan administrasi kelas. Sekali dalam seminggu wali kelas bertemu secara khusus dengan para siswa perwaliannya untuk membicarakan dinamika dan interaksi pribadi yang terjadi dalam kelas. Untuk meningkatkan keakraban antarsiswa dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi, baik antarsiswa maupun antara siswa dengan guru, wali kelas bersama dengan siswa kelas perwaliannya mengadakan malam keakraban (Makrab) pada semester pertama. Makrab yang diselenggarakan bersama wali kelas wajib diikuti oleh seluruh siswa kelas X. 
 
E. PEMBINAAN ROHANI
 
Pembinaan rohani diarahkan agar para siswa semakin dapat memahami dan menghayati spiritualitas ignasian dalam hidupnya di tengah masyarakat. Kegiatan pembinaan rohani dikoordninasi tim campus ministry. Bentuk-bentuk kegiatan pembinaan rohani:
1. Doa harian, Angelus atau Ratu Surga
2. perayaan ekaristi pagi, ekaristi per tingkat, dan ekaristi tematis
3. pelayanan katekumen bagi calon penerima sakramen baptis, komuni pertama, dan penguatan (krisma)
4. renungan pra Paskah, adven dan bulan katekese liturgi (BKL)
5. hari rohani bagi siswa kristiani dan non kristiani
6. pelayanan sakramen tobat
7. buka puasa bersama
8. retret, geladi rohani dan rekoleksi
 
Retret/Gladi Rohani
 
Retret diselenggarakan untuk siswa katolik dengan tujuan agar siswa dapat semakin memahami dan menghayati spiritualitas kristiani, menghayati pengalaman imannya sebagai seorang kristiani yang sedang belajar, serta mampu membuat keputusan yang baik tentang jalan hidup/pilihan studi yang akan dipilih selepas SMA. Gladi rohani diselenggarakan untuk siswa non katolik dengan tujuan menanamkan semangat saling mencintai sesama dengan mengenal diri sendiri maupun Tuhan, Sang Pencipta.

sumber : www.debritto.sch.id

Lambang Kolese De Britto


 
Keterangan:

1. Bingkai berbentuk segi tiga yang telah dimodifikasi melambangkan Allah Tritunggal (Bapa, Putra, dan   Roh Kudus).
2. Api pada obor melambangkan semangat Kristiani yang memancarkan sinar yang menerangi hati setiap   orang.
3. Warna kuning pada huruf JB berarti keunggulan.
4. Warna hijau pada dasar tulisan huruf JB berarti kedamaian.
5. Warna putih pada dasar gambar obor berarti kesucian.


“Kolese De Britto yang dijiwai oleh semangat kristiani yang bersumber dari Allah Tritunggal (Bapa, Putra, dan Roh Kudus) bercita-cita meraih keunggulan dengan dilandasi hati yang bersih untuk mewujudkan hidup damai bersama dengan orang lain.”

sumber : www.debritto.sch.id

Pendidikan Bebas di SMA Kolese De Britto

Pendidikan Bebas 


Para pendidik di SMA Kolese De Britto di tahun ajaran 1957-1958
PENDIDIKAN BEBAS DI SMA KOLESE DE BRITTO SEBAGAI SIKAP DASAR
    Kalau SMA Kolese De Britto memberanikan diri memakai istilah pendidikan bebas, yang dimaksud bukanlah suatu pendidikan ke arah anarki: suatu sistem yang bebas dari peraturan yang perlu untuk kehidupan bermasyarakat. Bukan pula suatu sistem yang merestui segala penyelewengen dari nilai-nilai yang kami cita-citakan, melainkan terutama adalah suatu sikap dalam usaha kami, para pendidik bersama peserta didik, untuk bersama-sama mencari pengarahan dalam tindak-tanduk, berlandas pada pengakuan bahwa karunia manusia yang paling asasi dan luhur adalah kebebasannya yang harus diprioritaskan dalam proses pembentukan kepribadian.
    Dalam kesadaran tersebut, para pengajar SMA Kolese De Britto sependapat bahwa mereka tidak hanya menyampaikan bahan pelajaran saja (mengajar), tetapi sekaligus mendidik. Artinya, menolong, membantu mencarikan pengarahan kepada anak didik supaya dapat memilih jalan hidup serta perbuatan sendiri, tanpa sebelumnya atau sesudahnya menutup rapat-rapat kemungkinan pemilihan lain. Kemampuan dan kesanggupan untuk menentukan pilihan pribadi bagi tindak-tanduknya dan jalan hidupnya sendiri dengan tanggung jawab pribadi, tidak lain dan tidak bukan adalah kebebasannya. Sikap yang harus mendasari pendidik dalam mendidik adalah menolong, bukan mengambil alih, mencarikan pengarahan (membimbing) pada anak didik. Anak didik adalah subjek, yaitu “sumber, pembawa, pemilik” aktivitas manusia yang dikaruniai kebebasan untuk “melihat” dan “memilih” secara manusia, yaitu secara bebas apa yang (dapat) memberikan arti kepada hidupnya sebagai manusia (hidup yang berperikemanusiaan).

    Pengarahan pemilikan itu tetap mengandaikan anak didik aktif-sadar akan kemampuannya, bebas untuk berpikir dan menilik yang baik atau yang tidak baik; yang ini atau yang itu, (mungkin) sama baiknya, bahkan yang sama buruknya. Keagungan manusia justru terletak pada kemungkinan untuk dapat memilih yang kurang baik, bahkan yang jahat sekali pun, tetapi akhirnya (mungkin dengan banyak pengorbanan), masih berani dengan bebas memilih yang baik. Memang ada risikonya (penyelewengan, ekses), tetapi risiko mengandung kemungkinan positif “pemanusiaan” yang mahadahsyat. Pemilihan itu tidak ditentukan oleh penilaian baik/tidak baik menurut pandangan sewenang-wenang (pemilih bebas) itu sendiri.

    Memilih secara manusia tidak berarti bahwa dia hidup sendiri tidak perlu peduli orang lain, atau sebaliknya dia bahkan hanyut tenggelam dalam dunia di mana perikemanusiaan sudah kabur. Secara manusiawi, manusia harus dapat memberikan pertanggungjawaban pada dirinya sendiri dan pada manusia lain (yang sama dasar kemanusiaannya) tentang apa yang dilakukannya. Jadi, sama sekali tidak berarti bahwa dia “bebas” untuk memberikan atau tidak memberikan pertanggungjawaban apa-apa. Sudah barang tentu tanggung jawab itu untuk setiap orang tidak sama. Ini jelas dan jelas pula bahwa manusia yang tidak memiliki kebebasan tidak mungkin dapat dimintai pertanggungjawaban. Juga jelas, kebebasan tidak berkembang secara untung-untungan sebagaimana juga tidak dengan sifat-sifat yang lain, misalnya kejujuran, ketekunan. Semuanya harus dilatih.

   Kebebasan juga mengalami perkembangan dan karenanya harus diberi kesempatan untuk berkembang. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan kesanggupan/kemampuan asasi ini berarti mengajak mereka untuk secara bebas menjatuhkan sendiri pilihan pada nilai-nilai kemanusiaan serta berani memperjuangkannya (dedikasi).

    Sebagaimana pendidik tidak dapat dipisahkan dari perbuatan lain yang menjadi “wadah” pengartian mendidik, demikian pula “kebebasan” bukan suatu aktivitas sendiri, terpisah, tetapi “tersirat” dalam perbuatan lain: bebas dalam kejujuran atau jujur dengan bebas, bebas dalam perbuatan sosial atau berbuat sosial dengan bebas, dan seterusnya. Hanya dari manusia yang benar-benar dengan bebas (ikhlas) sadar akan perbuatannya dapat diharapkan dedikasi yang tidak kenal kompromi terhadap segala yang bertentangan dengan kemanusiaan. Hanya manusia bebas yang masih dapat dan berani melihat kemungkinan ke arah perbaikan (manusia), entah itu disebut modernisasi, pembangunan, dan  sebagainya.

    Dengan demikian, SMA Kolese De Britto tidak menolak adanya tanggung jawab, tidak menolak adanya pengarahan, tidak pula unsur bimbingan, tidak pula bahwa manusia harus dapat berdikari, tetapi yang hendak dinomorsatukan di atas semua itu adalah dimensi kebebasan yang membuat manusia mampu memilih arah hidupnya. Kami mengakui, pendidikan bebas mengandalkan penghayatan “kebebasan” pada para pendidik terlebih dahulu karena penyampaian nilai-nilai  kemanusiaan bukanlah suatu indoktrinasi atau suatu timbang-terima bahan pendidikan, tetapi suatu proses serah-terima penghayatan pribadi satu pada dan dari yang lain. Orang sukar berbicara secara meyakinkan apabila dia sendiri tidak menghayati apa yang akan disampaikan. Orang sukar menuntut cinta atau kejujuran kalau dia sendiri tidak mencintai atau jujur. Cinta dan kejujuran tidak dapat dipaksakan, tetapi harus bersemi dari kebebasan pribadi yang sejati.

    Sebagaimana cinta mengenal seni untuk membangkitkan tanggapan cinta, begitu pula “kebebasan yang dihayati” akan mampu menumbuhkan penghayatan kebebasan pada mereka yang ingin merdeka. Bebas, merdeka, tidak sebagai sesuatu yang berdiri lepas dari tindak-tanduk kehidupan sehari-hari, tetapi sebagai suatu tanda perikemanusiaan segenap tingkah laku serta perbuatan kita sehari-hari. Ini merupakan proses yang tidak terjadi secara untung-untungan (kemerdekaan harus diperjuangkan), tetapi menuntut dari para pendidik, orang tua, dan guru suatu kebulatan tekad serta keuletan usaha  untuk menjadikan nyata apa yang sebagai manusia kita rasakan dan terus kita perjuangkan: sekali merdeka tetap merdeka.

    Semoga uraian di atas dapat sekadar menolong memberikan gambaran tentang apa yang kami maksud dengan “sikap dasar pendidikan bebas di SMA Kolese De Britto”. Jika timbul pertanyaan tentang motivasi pendidikan bebas tersebut, kami menyebut tiga hal. Pertama, kesadaran-keyakinan  kami bahwa kebebasan adalah kesadaran diri manusia sebagai subjek, yaitu sebagai sumber, pemilik, dan pembawa hidup serta tingkah lakunya dan ini juga berlaku untuk anak didik. Kedua, kesadaran diri sebagai subjek yang telah ada harus dilatih, diisi, diberi kesempatan untuk berkembang—kalau memang ingin berkembang. Bandingkan: kemerdekaan yang kita capai pada 17 Agustus 1945 tidak kita biarkan saja, melainkan kita isi dan kita kembangkan, misalnya melalui pembangunan. Ketiga, melihat kenyataan dan fakta-fakta pahit di dalam masyarakat dewasa ini, adanya kesadaran diri sebagai subjek memang sangat dibutuhkan. Dalam masyarakat, kesadaran tersebut ada yang masih belum berkembang (terbelenggu).

    Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah pendidikan bebas dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menjawabnya, kami perlu menjelaskan dengan lima hal:

Pertama, dari segi hakikat manusia: dapat, karena manusia pada hakikatnya bebas, yaitu dikaruniai kesanggupan atau kemampuan untuk memilih melaksanakan sesuatu yang baik atau memilih untuk tidak melaksanakannya. Tidak hanya “bebas dari” tetapi “bebas untuk”. Misalnya, bebas dari paksaan peraturan yang tidak adil, bebas untuk menaati peraturan, untuk memilih. 

Kedua, dari segi periode pendewasaan anak: dapat, bahkan sesuai dengan anak pada masa pubertas yang sedang mencari/membentuk/menemukan pribadinya, menjadi pribadi.
Ketiga, dari segi keselarasan antara pendidikan di sekolah, di dalam keluarga, dan di dalam masyarakat: keselarasan harus dilandasi/didasari hakikat manusia yang memanusia dan bermanusia, di dalam dan melalui sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pemanusiaan ini bersumber pada pengakuan dan kesadaran bahwa manusia adalah subjek, yaitu sumber, pemilik, pembawa hidupnya sendiri. Manusia harus setia pada pemanusiaannya dan inilah keselarasannya. Penyelewengan berarti pengkhianatan terhadap kemanusiaan. Keselarasan bukan semata-mata penyesuaian atau kesamaan pada/dengan salah satu pihak manusia atau masyarakat umum yang tidak mampu atau tidak berani menilai (kembali kalau perlu) proses pemanusiaannya. Keselarasan didasari kesadaran akan pemanusiaan yang makin berarti dan proses ini terjadi dengan konflik (pertentangan) intern (batin) dan ekstern (dengan penjajah, misalnya).  Jadi, keselarasan tidak berarti tidak adanya konflik, baik intern maupun ekstern.
  
Keempat, dari segi tujuan pendidikan: dapat dipertanggungjawabkan sebab dengan menanamkan kesadaran diri pada anak didik, kami melandasi mereka dengan jiwa merdeka sebagai subjek yang menegara. Mengutip Ki Hadjar Dewantara, pendidikan jiwa merdeka merupakan suatu hal yang prinsipiil dalam pendidikan nasional. Kebebasan tidak hanya dibutuhkan pada zaman kolonial saja bahkan pada zaman merdeka pun masih sesuai.

Kelima, dari segi ekses-ekses yang diakibatkan. Ekses timbul dari hakikat manusia sendiri yang dianugerahi kebebasan manusiawi: dapat menentukan pilihan yang berbeda. Setiap manusia harus dihormati dalam kebebasan manusiawinya untuk memilih secara pribadi (beserta konsekuensinya tentu) dan kebebasan ini tidak pernah dirampas oleh kekuasaan apa pun juga. Akan tetapi, kami tidak mengatakan bahwa kami sudah merestui “pilihan (tingkah laku) yang berbeda” Kami mengatakan bahwa kami mengakui/menghormati/menghargai hak memilih. Jadi, kami tidak menyangkal adanya “pilihan tingkah laku yang berbeda”. Oleh karena itu, jika kami mengandaikan adanya pilihan yang “keliru” yang kita namakan “ekses” yang tampak, justru harus diberi kesempatan untuk menampakkan diri. Penampakan diri dalam bentuk ekses memberikan pertanda pada kita ada sesuatu yang tidak beres, entah di lingkungan sekolah maupun keluarga atau masyarakat. Dengan demikian, kita lebih mudah mencari jalan keluar untuk menolong orang yang membuat pilihan keliru. Ekses adalah “lampu merah yang positif”, yang mengungkapkan ketidakberesan. Oleh karena itu, tidak perlu dikhawatirkan, hanya perlu dipahami sebab justru segi inilah yang memberikan harapan dan melangsungkan kehidupan manusia dengan harapan dan gembira sebab ekses mengungkapkan jalan untuk perbaikan. Kami yakin, segi positif dalam pendidikan bebas, jauh lebih berlimpah daripada ekses-eksesnya. Sekadar kenyataan positif, SMA Kolese De Britto sama sekali tidak menyangsikan kemampuan siswanya untuk lebih berprestasi, baik dalam pelajaran maupun berorganisasi (bermasyarakat).

    Dengan motivasi dan pertanggungjawaban itulah kami memberanikan diri untuk memilih pendidikan bebas. Oleh karena itu, bagi SMA Kolese De Britto istilah pendidikan bebas bukanlah sekadar istilah, melainkan istilah yang paling kena untuk pengertian yang kami maksud. Meskipun demikian, kami menyadari pula kemungkinan persoalan yang muncul jika pengertian tentang pendidikan bebas yang kami maksud disalahartikan sebagai pendidikan liar, misalnya.

    Dalam pendidikan di SMA Kolese De Britto, dimensi kebebasan sungguh diprioritaskan. Menjadi demikian bukanlah sesuatu yang timbul begitu saja, tetapi merupakan suatu proses bertahun-tahun yang diilhami oleh pengamatan dan pengalaman terhadap gejala-gejala, kejadian-kejadian di dalam masyarakat, yang intinya sebagian besar berkisar pada  kebebasan manusiawi ini serta merupakan kesadaran/ panggilan profesi para pendidik SMA Kolese De Britto bahwa sekolah harus merupakan wadah dan sarana yang menuju ke “pemanusiaan” masyarakat. Panggilan profesi inilah yang memberikan kekuatan, harapan, kebahagiaan, dan kegembiraan pada kami, pendidik, melaksanakan tugas membantu “membentuk” warga negara yang mempunyai kesadaran menegara yang bebas merdeka.

Yogyakarta, 29 Mei 1976.
Makalah ini dibuat oleh J. Oei Tik Djoen, S.J., pater Jesuit, mantan rektor SMA Kolese De Britto, sebagai pertanggungjawaban beliau semasa menjadi rektor (tahun 1976) atas model pendidikan SMA Kolese De Britto yang digugat sebagian masyarakat.


sumber : www.debritto.sch.id

Jumat, 04 November 2016

Penerimaan Siswa SMA Kolese De Britto


Bukan sekolah yang menjamin kamu jadi orang sukses.
.
Bukan juga sekolah yang bikin anak anak jadi alim.
.
Sekolah ini ga menjamin kamu masuk PTN. 
.
TAPI INI SMA KOLESE DE BRITTO
Sekolah yang tidak pernah menjamin, namun tetap terjadi. Sekolah dimana nama-nama besar dan para perintis di bidangnya masing masing banyak mengenyam pendidikan. Sekolah tempat Kebhinekaan diterapkan sampai ke akar rumput. Sekolah yang membuat dunia semakin kecil karena siswa dari sabang sampai merauke berkumpul di sebidang tanah kecil di JL. Laksda Adisucipto no 161. Sekolah dimana para manuk belajar terbang dan para macan yang terlelap belajar mengaum.
.
Karna semua yang kami lakukan adalah BAGI TUHAN DAN BANGSAKU
.
YOK DAFTAR
.
.
Pendaftaran mulai tanggal 8 Oktober 2016 – 19 November 2016.
Calon siswa yang dapat mendaftar jalur reguler adalah siswa SMP yang 
berminat bersekolah di SMA Kolese De Britto dan bersedia mengikuti 
proses seleksi.
Bersedia mengikuti seleksi sesuai prosedur dan alur Penerimaan Siswa 
Baru dan ketentuan yang ditetapkan oleh SMA Kolese De Britto.
Prosedur dan Alur Penerimaan Siswa Baru Jalur Reguler WWW.DEBRITTO.SCH.ID

Mars SMA Kolese De Britto

Pencipta Lagu: Romo L. Moerabi, S.J.

Akulah Putera SMA De Britto
gagahlah cita-citaku
Murni sejati jiwaku,
jujur semangat hatiku
Itulah rencana hidupku,
itulah tujuan niatku
Agar dapat menuang tenagaku,
bagi Tuhan dan Bangsaku
Ayolah Putera SMA De Britto
kuatkanlah hubunganmu
Selalu tetap bersatu
dengan semua kawanmu
Meskipun terpencar hidupmu
dikelak kemudian waktu
Ingat selalu di dalam hatimu
ialah De Britto contohmu




sumber : id.wikipedia.org

Visi Misi, Tujuan dan Nilai yang dihayati di SMA Kolese De Britto

Visi dan Misi 

VISI

Pendidikan swasta katolik yesuit berkarakteristik unggul dalam mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi yang cakap, berhati nurani benar, dan berbela rasa.

MISI

1.  Menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang unggul, bermutu, dan selalu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
2.  Mengembangkan komunitas pendidikan yang memberikan perhatian khusus kepada pribadi-pribadi yang jujur, adil, utuh, optimal, disiplin, mandiri, kreatif, gigih, cerdas, dan seimbang.
3. Membentuk siswa yang memiliki integritas, bertanggung jawab, berbela rasa, berkeadilan, memperlakukan sesama penuh hormat, serta menghargai keberagaman. 

Tujuan Kolese De Britto 

Berdasarkan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila, Kolese De Britto bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan dilandasi semangat kristiani dan spiritualitas Ignatian, sebagai berikut:
 
1. Terwujudnya pelayanan pendidikan yang unggul untuk menghasilkan lulusan yang berkompeten, berhati nurani benar, berbela rasa, dan sebagai kader pemimpin yang berkepribadian, mandiri, optimal, dan utuh, serta mampu menggerakkan perubahan.
 
2. Terbentuknnya komunitas pendidikan yang didukung oleh sumber daya yang profesional, bersemangat Ignasian, bermental pemenang, dan berbudaya kolese yang mengedepankan persahabatan, persaudaraan, dan pelayanan.
 
3. Terwujudnya Kolese De Britto sebagai pusat dan acuan dalam pengembangan pembelajaran bermakna berbasis pendidikan nilai bagi komunitas pembelajar lain.
 
Kolese De Britto sebagai salah satu karya kerasulan Serikat Jesus mengambil bagian dalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan yesuit secara khusus. Kolese De Britto bertujuan membantu proses pembentukan siswa menjadi kader-kader pemimpin pengabdi yang meneladan Yesus Kristus dengan berkepribadian utuh, optimal, seimbang, jujur, kreatif, kerja keras, humanis, melayani, dan berjuang bagi dan bersama sesama.   

NILAI-NILAI KOLESE DE BRITTO

1. KASIH

Nilai kristiani yang paling mendasar adalah kasih. “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yohanes 15:12). Menurut St. Ignasius, kasih itu harus lebih diwujudkan dalam perbuatan daripada dengan kata-kata (LR 230). Atas dasar kasih itulah, pendidikan Kolese De Britto membentuk siswa (membentuk diri) menjadi pemimpin pengabdi yang baik, berbela rasa, dan setia. (bdk Mazmur 37:3-4) dan pejuang kebenaran, keadilan, kejujuran.
2. KEBEBASAN

Pendidikan Kolese De Britto mengutamakan kebebasan yang merupakan perwujudan kongkret dari nilai kebebasan anak-anak Allah (Rom. 8:21). Siswa dididik menjadi pribadi yang bebas dari belenggu gengsi, sikap materialistis, dan kecenderungan mengikuti arus. Sebagai manusia yang bebas, siswa dididik sehingga mampu bertanggung jawab atas pilihan dan tindakannya, memperlakukan sesama penuh hormat, berempati terhadap orang miskin dan peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup.

3. KEBERAGAMAN

Pendidikan Kolese De Britto dilaksanakan dalam suatu komunitas yang terdiri dari aneka ragam suku, budaya, agama, dan latar belakang sosial-ekonomi. Siswa dibantu untuk berkembang menjadi manusia dewasa yang menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan, menghargai keberagaman, peduli terhadap persoalan radikalisme agama. Ditegaskan oleh Pater Jenderal Nicolas Adolfo, S.J., bahwa  pendidikan kita bukan kompetitor untuk sekolah unggulan, tetapi kita dapat melihat perbedaan dalam realitas dan dirinya sendiri.

sumber : www.debritto.sch.id



Mengenai SMA Kolese De Britto

Identitas Kolese 

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikannya, Kolese De Britto melaksanakan amanat dokumen Latihan Rohani dan Ciri-ciri Khas Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Yesuit. Dokumen itu menegaskan identitas kolese sebagai berikut:
 
1.  Kolese De Britto Sebagai Wahana Religiositas
 
Kolese De Britto dengan tegas dan jelas mewartakan Yesus sebagai junjungan bagi siswa katolik dan sebagai model kehidupan insani serta saksi kesempurnaan bagi siswa bukan katolik. Ciri tersebut ditampakkan dalam pendidikan religiositas, pengungkapan iman dalam ibadat, doa bersama, dan pelayanan, serta dalam mendidik siswa berdoa secara pribadi dan berefleksi. Pendidikan religiositas bermutu merupakan komponen penting dalam pendidikan. Siswa belajar menghargai hal hal  duniawi secara wajar dan didorong untuk mampu menghayati dan menggarami seluruh kegiatan sekolah / dunia dalam dimensi religius. 
Kolese De Britto mengintegrasikan iman dan kebudayaan supaya guru, karyawan, dan siswanya  menghargai keberagaman dalam hidup bersama.
Kolese De Britto merupakan sarana dan wahana kerasulan untuk melayani gereja dan masyarakat dengan: 
a. Pembinaan kaderitatif diri siswa menjadi pemimpin-pengabdi yang meneladan Yesus Kristus, melalui hidup bersama dan program pelatihan kepemimpinan. 
b. Pendampingan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pelayanan terhadap gereja dan masyarakat.    
c. Pelayanan pastoral yang memadai dan  latihan rohani Santo ignatius. 
d. Kerja sama bersama kelompok-kelompok pengembangan iman gerejawi bagi siswa-siswa yang ingin mengembangkan iman secara intensif.   
 
2. Kolese De Britto Sebagai Pusat Belajar 
 
Pendidikan dilaksanakan demi siswa dan berorientasi kepada siswa. Kolese De Britto memberikan pendidikan yang relevan bagi siswa, baik untuk hidupnya sekarang maupun yang akan datang. Setiap kegiatan dipilih secara cermat sehingga jelas bermanfaat bagi siswa. 
 
Kolese De Britto menerapkan Paradigma Pedagogi Ignasian dalam mendidik siswa untuk mengembangkan kemampuan belajar mandiri sehingga siswa mampu mencari dan mengolah informasi yang diperlukan dan membiasakan diri untuk proses belajar seumur hidup (ongoing formation). Melalui belajar mandiri tersebut, pengetahuan siswa diusahakan sedemikian mendalam sehingga siswa mampu menangkap implikasi sosial, budaya, moral, dan religius, serta lingkungan dan keutuhan ciptaan yang dipelajari.  Siswa diharapkan tergerak untuk bersikap dan bertindak sebagai pemimpin pengabdi sesuai dengan konteks hidupnya. Kegiatan pembelajaran kontekstual dilaksanakan berdasarkan dinamika Latihan Rohani, meliputi: konteks - pengalaman   refleksi -  aksi -  evaluasi. (Pedagogi Ignatian, no. 32 -37). Kolese De Britto mendorong pengembangan penerimaan diri pengetahuan yang realistis mengenai dunia yang terus berubah sebagai persiapan partisipasi aktif dalam hidup.       
 
3. Kolese De Britto Sebagai  Wahana  Pembinaan Kepribadian
 
Kolese De Britto mengembangkan kepribadian siswa dengan mengusahakan perangkat yang kondusif untuk membentuk pribadi siswa yang jujur, disiplin, mandiri, kreatif, dan mau bekerja keras, afektif dan imaginatif, sehat jasmani dan rohani, serta bersikap ksatria. Semua itu disertai dengan sikap pelayanan bagi sesama yang tumbuh dari kasih.  
 
Kolese De Britto memberikan "pembinaan kepribadian secara orang-perorang" (cura personalis). Bimbingan pribadi dan konsultasi  diberikan demi pertumbuhan pertumbuhan siswa integral. Kolese De Britto, melalui berbagai kegiatan sekolah, baik akademik maupun non akademik, mengajak siswa belajar berefleksi dengan maksud agar dapat membentuk nilai-nilai, hati nurani, dan sikap yang benar, serta mengubah sikap yang kurang benar dalam diri siswa sehingga memiliki skala prioritas yang tepat dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Kolese De Britto mengusahakan berbagai kegiatan agar siswa dapat berkembang dalam iman dan menjunjung tinggi keadilan dan kepedulian bagi dan bersama sesama..
 
4. Kolese De Britto Berbela Rasa Kepada Siswa yang Kurang Mampu
 

Kolese De Britto mempunyai keprihatinan mendalam terhadap kemiskinan sebagai salah satu dampak globalisasi dan secara proaktif memberikan perhatian kepada siswa yang kurang mampu, tetapi memiliki potensi intelektual yang cukup  dan bakat-bakat yang dapat berkembang secara optimal. 

sumber : www.debritto.sch.id